Pivot Antisipasi Suku Bunga, Investor Global akan Mencari Aset Lebih Berisiko - Ashmore
Sunday, March 17, 2024       09:01 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan ketiga Maret 2024, Jumat (15/3), dengan menurun tajam 1,42% ke level 7.328,05, dan lebih rendah dari sesi perdagangan pekan sebelumnya di posisi 7.382. Namun investor asing membukukan arus masuk ekuitas sebesar USD688 juta sepanjang pekan.
PT Ashmore mencatat beberapa peristiwa penting yang mempengaruhi pergerakan indeks acuan di pasar modal dalam dan luar negeri, antara lain;
- Tingkat inflasi tahunan di AS secara tidak terduga naik tipis menjadi 3,2% pada Februari 2024, dari 3,1% di Januari, dan melebihi perkiraan 3,1%. Di sisi lain, inflasi inti turun menjadi 3,8% dari 3,9%, di atas ekspektasi 3,7%.
- Ekonomi Inggris berekspansi 0,2% mom pada Januari 2024, menyusul penurunan 0,1% pada Desember, dan sesuai dengan perkiraan. Ekonomi rebound setelah resesi teknis yang dialami pada paruh kedua tahun 2023.
- Inflasi harga konsumen Jerman terkonfirmasi sebesar 2,5% yoy pada Februari 2024, laju terendah sejak Juni 2021 dan mendekati target Bank Sentral Eropa sebesar 2,0%.
- Ekonomi Jepang berekspansi 0,4%, berlawanan dengan pembacaan awal dengan penurunan 0,4% dan kontraksi 3,2% yang direvisi ke bawah pada Q3. Belanja bisnis berbalik meningkat berkat dukungan positif kenaikan perdagangan neto karena peningkatan ekspor yang lebih besar dari impor.
- Inflasi ritel tahunan di India sedikit berubah menjadi 5,09% pada Februari 2024, dari 5,1% di Januari, dan perkiraan pasar sebesar 5,02%. Februari meripakan bulan keenam berturut-turut dimana inflasi berada di bawah batas toleransi 6% dari Reserve Bank of India.
- Indeks kepercayaan bisnis NAB, Australia turun tipis menjadi 0 pada Februari 2024 dari 1 pada Januari. Angka-angka tersebut berada di bawah rata-rata jangka panjang, dimana sektor ritel menjadi penghambat utama di tengah biaya pinjaman dan inflasi yang tinggi.
- Surplus perdagangan Indonesia menyempit tajam menjadi USD0,87 miliar pada Februari 2024 dari USD 5,46 miliar pada bulan yang sama tahun 2023, jauh di bawah ekspektasi sebesar USD2,32 miliar. Ini adalah surplus perdagangan terkecil sejak Mei lalu, karena ekspor turun sementara impor melonjak.
Dengan memperhatikan berbagai peristiwa tersebut, berikut pendapat Ashmore dalam  Weekly Commentary , Jumat (15/3);
Apa yang terjadi selama sepekan terakhir ini?
Ashmore mencatat, pekan ini IHSG ditutup lebih rendah dari pekan sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan sektor Teknologi dan Consumer Cyclicals, yang masing-masing berkontribusi sebesar -3,27% dan -1,28% terhadap indeks.
Ashmore juga mencatat, rilis data inflasi AS yang lebih tinggi dari ekspektasi pada pekan ini. Di sisi lain, negara-negara Eropa seperti Jerman dan Rusia menunjukkan sinyal yang beragam dimana inflasi Jerman berada di level terendah dalam tiga tahun terakhir, namun inflasi Rusia berada di level tertinggi dalam satu tahun terakhir. Sementara itu, inflasi India sedikit lebih tinggi menjadi 5,09%, melebihi ekspektasi dan mencapai batas atas toleransi dari bank sentral.
"Indonesia mengalami surplus perdagangan yang lebih lemah karena impor naik sementara ekspor turun," tulis Ashmore.

Pandangan tertuju ke The Fed
Ashmore mencermati, dengan kurang dari satu minggu sebelum rapat FOMC berikutnya, pasar mengawasi sikap The Fed terutama setelah rilis data inflasi baru-baru ini dimana data utama (3,2% vs ekspektasi 3,1%) dan CPI inti (3,8% vs ekspektasi 3,7%) berada di atas ekspektasi. Selain itu, angka PPI tahunan juga lebih tinggi dari yang diharapkan yaitu 1,6% vs ekspektasi 1,1%.
"Rapat FOMC mendatang dapat menentukan nada dan ekspektasi dari the Fed sehubungan dengan data-data terbaru, terutama dengan antisipasi rilis  dot plot  yang setiap kuartal," ungkap Ashmore. Berdasarkan data dari CME FedWatch Tool, pasar masih memperkirakan suku bunga akan mulai turun di bulan Juni dengan total 75 bps hingga akhir tahun, sesuai dengan  dot plot  pada Desember lalu.
Ashmore merekomendasikan untuk tetap melakukan diversifikasi di antara saham dan pendapatan tetap, untuk mendapatkan keuntungan dari pivot yang diantisipasi pada suku bunga karena investor global akan mencari aset yang lebih berisiko seperti  emerging market . "Ekuitas Indonesia tetap menarik karena ada kepercayaan yang lebih besar terhadap kebijakan pro pertumbuhan dari pemerintah baru," sebut Ashmore.
Oleh karena itu, Ashmore merekomendasikan ASDN (1Y 11,10% per 14 Mar 2024) dan ADEN (1Y 10,44% per 14 Mar 2024), untuk reksadana saham. "Sedangkan untuk reksadana pendapatan tetap, kami merekomendasikan ADON (1Y 5,01% per 14 Mar 2024) dan ADUN (1Y 3,77% per 14 Mar 2024) sebagai pilihan." (Ashmore)

Sumber : Admin